Kamis, 23 Oktober 2014

Penggunaan Bahan Kimia Obat Pada Kosmetik



A.    Contoh Kasus
Gencarnya penawaran produk kosmetik baik melalui iklan di koran, radio, dan televisi seolah-olah produk kosmetik tersebut nomor satu dan aman  untuk dipergunakan, dilakukan semata-mata agar masyarakat tertarik untuk membelinya. Hal ini jelas amat berbahaya karena kosmetik tersebut mengandung bahan kimia berbahaya dan tidak teruji secara klinis. Masyarakat diharapkan dapat memilih mana yang baik atau tidak, padahal hal tabu tersebut sangat sulit untuk masyarakat awam. Biasanya masyarakat hanya berpatokan pada khasiat kosmetik yang mujarab, cepat terlihat khasiatnya, dan ekonomis tanpa melihat efek samping dari penggunaan kosmetik tersebut. Kasus ini banyak sekali terjadi seperti contoh kasus pengrebekan pusat kosmetik home industri yang mengandung bahan kimia obat yang dilarang pada bulan Mei 2013 (SUMBER : REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO). Bahan kosmetik yang disita BPOM Semarang di Purwokerto, diperkirakan mengandung obat terlarang. Kepala BPOM Semarang, Dra Zulaimah MSi Apt, menyebutkan hasil uji laboratorium krim kecantikan yang disita dari satu satu rumah produksi di Kompleks Perumahan Permata hijau tersebut, memang masih belum selesai. Bahkan baku yang dipergunakan sebagai bahan baku krim tersebut, antara lain berupa Bahan Kimia Obat (BKO) seperti obat-obatan jenis antibiotik, deksametason, hingga hidrokuinon. Penggerebekan rumah produksi krim kecantikan itu, dilakukan karena rumah produksi tersebut belum memiliki izin produksi dari BPOM. Sementara penggunaan bahan baku kosmetik harus mendapat pengawasan ketat, karena penggunaan bahan baku yang tidak semestinya bisa membahayakan konsumen. Krim pemutih hasil produksi warga Purwokerto ini, dijual ke klinik dan salon kecantikan di seluruh wilayah Tanah Air. Pemilik rumah produksi yang berinisial S, sudah dalam pengawasan petugas BPOM dan akan dikenai hukum pelanggaran dalam bidang POM sesuai UU No 35 tahun 2009 bisa dikenai sanksi pidana maksimal 15 tahun atau denda Rp 1,5 miliar.

A.    Penelitian Mengenai Tema
 Hydroquinone adalah zat reduktor yang mudah larut dalam air dan lazim digunakan dalam proses cuci cetak foto. Hydroqninone bekerja pada sistem sel melanosit dengan menghambat aktivitas enzim tyrosinase (menjadi aktif akibat sinar matahari, hormonal, penyakit, obat, alergi, dan iritasi), yang memicu pembentukan melanin (zat pigmen kulit penyebab kulit terlihat lebih gelap. hiperpigmentasi, atau noda kecokelatan) dengan cara menghancurkan melanosom (bagian dari melanosit, tempat menyimpan pigmen—pigimen melanin). Padahal melanin berfungsi sebagai pelindung kulit dan sinar ultraviolet sehingga kita terhindar dan kanker kulit. Di Amerika, pada bulan Agustus 2006, FDA  melarang semua produk kosmetik mengandung hydroquinoue. FDA menetapkan setiap produk mengandung hydroquinoue dianggap obat, dan hanya dapat dibeli dengan resep dokter. Di Indonesia, pelarangan itu akan mulai diberlakukan tahun 2008. Penelitian menunjukkan bahwa Hydroquinone dapat menyebabkan okronosis, yaitu kulit berbintik seperti pasir dan berwarna cokelat kebiruan. Penderitanya akan merasa kulit seperti terbakar dan gatal. Lebih jauh, penelitian menyebuktkan bahwa penggunaan Hydroquinone dengan konsentrasi tinggi jangka waktu lama dapat menyebabkan efek perubahan sel menjadi sel ganas yang memicu kanker. Penggunaan Dexamethason kemungkinan digunakan untuk mengurangi peradangan dan gatal pada kulit untuk beberapa kasus alergi. Dexametason memang diperbolehkan namun dengan resep dokter, dosis sesuai, dan produk sudah teregistrasi/memiliki NIE. Dexametason pada krim kosmetik hanya digunakan untuk mengurangi iritasi akibat pemakaian Hidroquinon telalu lama. Sama halnya dengan Dexametason, antibiotik yang sering digunakan pada krim wajah seperti Clindamicyn harus dalam pengawasan. Antibiotik ini digunakan untuk menghilangkan jerawat, antibiotik boleh digunakan kosmetik asalkan atas resep dokter sesuai dosis sebab pemakaian antibiotik yang berlebihan justru menyebabkan kekebalan bakteri pada obat dan menambah iritasi wajah. penggunaanya dibatasi karena golongan keras.
B.     Analisis
Berdasarkan Permenkes RI No.445/MenKes/Per/V/1998 yang dimaksud dengan Kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidemis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit. Meskipun tertera bahwa kosmetik tidak digunakan untuk mengobati/mengandung obat tetapi masih saja dilanggar bahkan obat yang dikandung dalam kosmetik melebihi dosis dan merupakan bahan yang dilarang pada kosmetik karena bahaya. Sungguh tidak etis bahwa produsen tidak bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, secara langsung produsen tidak berkomitmen terhadap peraturan mengenai pembuatan kosmetik yang sesuai CPKB dan UU serta merugikan berbagai pihak terutama lingkungan masyarakat untuk mencari keuntungan pribadi. Komitmen/kesepakatan berupa sesuai aturan yang diacuhkan tidak dapat memperbaiki kualitas produk bahkan menjamin pabrik produsen tetap berdiri.
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4a Hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Produsen dengan jelas melanggar hak konsumen sebagaimana yang tercantum pada Pasal 4a di mana pabrik ini memproduksi kosmetik bercampur bahan kimia obat yang dapat membahayakan keselamatan konsumen. Padahal konsumen meiliki hak untuk diberi informasi, hak untuk komplain, hak untuk mendapatkan keselamatan, serta hak untu memilih. Tetapi karena ulah produsen, konsumen menjadi memilih obat tersebut karena iklan dengan informasi yang berlebihan. Selain itu pabrik konsemetik yang berdiri seharusnya memiliki apoteker penanggung jawab. Tindakan yang dilakukan memperlihatkan bahwa etika dari seorang produsen sangat rendah. Tanpa memilikirkan persiapan yang tidak lengkap, promosi produk yang berlebihan dengan konsumen tinggi tetapi tidak pernah ada evaluasi untuk meperbaiki perusahaan dan produk sesuai protab dan bertanggu jawab dengan memastikan keamanan produk. Pertanggungjawaban ini tidak berhenti pada konsumen saja melainkan pada Tuhan dan dirinya sendiri. Pada iklan dengan komitmen jaminan keamanan dan mutu produk tidak terjadi sebenarnya, berbohong dan mencelakai merupakan perilaku yang harus ditanggungjawabkan pada Tuhan di kemudian hari.
Pada intinya pemilik tidak memiliki prinsip etika profesi yang berhubungan dengan diri sendiri, Tuhan, dan orang lain sehingga apa yang dikerjakan menjadi tidak beraturan. Prinsip tersebut yaitu tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya, serta tanggung jawab atas dampak profesinya terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain, keadilan dalam menjalankan profesinya tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentup, otonomi merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya, dan integritas moral mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya.


C.    Solisi Kasus
Peran serta masyarakat dalam upaya mengatasi  peredaran kosmetik  yang  mengandung  bahan kimia obat dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung adalah dengan memberikan informasi mengenai produk kosmetik yang beredar di masyarakat tidak memenuhi standar mutu yang ada serta adanya pelaku usaha nakal yang memproduksi serta mengedarkan produk kosmetik tersebut. Sedangkan peranan masyarakat secara tidak langsung adalah dengan membantu pemerintah dalam proses perencanaan program penyelenggaraan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah seperti  penyuluhan masyarakat mengenai efek samping serta cara mengenali kosmetik yang tidak aman serta dengan memberikan masukan bagi pemerintah dalam menentukan perumusan kebijaksanaan. Bagi pelaku harus dijerat pasal dengan pidana atau sanksi beserta penutupan usaha dan penarikan produk selain itu pelaku juga harus bertanggung jawab/ganti rugi kepada pasien. Meskipun BPOM sudah mengeluarkan aturan dan pasal yang menjerat bagi pelanggarnya namun tim penyidik dari BPOM harus segera menangani kasus kosmetik yang tidak sesuai protab agar tidak semakin banyak dan meresahkan masyarakat. Kesadaran dari masyarakat untuk menjadi konsumen yang cerdas, tidak percaya iklan/teliti, selektif iklan, dan mencari tahu sumber kosmetik yang aman dengan no ijin edar yang berlaku. Hendaknya setiap LPKSM berperan aktif dalam melakukan perannya dalam melindungi masyarakat konsumen, mengingat banyaknya kasus pemakaian kosmetika yang mengandung zat aditif ternyata menimbulkan masalah kesehatan pada konsumennya namun nyaris tidak ada konsumen yang bersedia menga-dukan masalahnya tersebut ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) walau-pun menurut Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, mereka berhak mendapat ganti rugi dari pelaku usaha meliputi pemulihan hak-haknya yang telah dilanggar, pemulihan atas kerugian materil atau immaterial yang telah di deritanya, pemulihan pada keadaan semula.

Rabu, 19 Maret 2014

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
PENCUCIAN DAN STERILISASI KEMASAN



Disusun Oleh :
Nama Mahasiswa
: Yuli Nur Aini
NIM
: 12.0243
Hari,Tanggal Praktikum
: Rabu,
Dosen Pembimbing
:



LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI
AKADEMI FARMASI THERESIANA
SEMARANG
2014
PENCUCIAN DAN STERILISASI KEMASAN
I.          Tujuan
1.      Mahasiswa mampu memahami pengertian pencucian dan sterilisasi kemasan
2.      Mahasiswa mampu mengetahui tujuan dari sterilisasi
3.      Mahasiswa mampu mengetahui metode sterilisasi
4.      Mahasiswa mampu melakukan proses pencucian dan sterilisasi kemasan

II.       Dasar Teori
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parenteral merupakan jenis sediaan yan g unik diantara bentuk sediaan obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membrane mukosa ke bagian tubuh yang paling efisien, yaitu membrane kulit dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia, atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).
Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang tersedia sekarang ini yang benar-benar tidak reaktif, terutama dengan larutan air. Sifat fisika dan kimia mempengaruhi kestabilan produk tersebut, tetapi sifat fisika diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan wadah pelindung adalah polipropilen dan kopolimer polietilen – polietilen. Wadah terbuat dari berbagai macam bahan, wadah plastik, wadah gelas, dan wadah dari karet. Wadah Gelas masih tetap merupakan bahan pilihan untuk wadah produk yang dapat disuntikkan. Gelas pada dasarnya tersusun dari silkon dioksida tetrahedron, dimodifikasi secara fisika dan kimia dengan oksida – oksida seperti oksida natrium, kalium, kalsium, magnesium, alumunium, boron, dan besi. Gelas yang paling tahan secara kimia hampir seluruhnya tersusun dari silikon dioksida, tetapi gelas tersebut relatif rapuh dan hanya dapat dilelehkan dan dicetak pada temperatur tinggi  (Lachman, 1994).
Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaan panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah, bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering. Sedangkan sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas atau radiasi. Pemilihan metode didasdarkan pada sifat bahan yang akan disterilkan (Hadioetomo, R. S., 1985).

III.    Alat dan bahan
Alat :
1.      Beaker glass
2.      Gelas ukur
3.      Kantong plastik
4.      Ampul
5.      Vial
6.      Tutup karet
7.      Oven
8.      Autoklaf
9.      Masker
10.  Sarung tangan
11.  Baskom
12.  Kompor
13.  Panci
Bahan :
1.      Natrium Bikarbonat 0,5%
2.      Tapol 1%
3.      Aquadest
4.      HCl 2%

IV.    Pemerian
1.      Natrium Bikarbonat/Natrium Subcarbonas
Natrium Bikarbonat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Anonim, 1995)
Organoleptis
:
Serbuk hablur, putih. Stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab secara perlahan-lahan terurai. Larutan segar dalam air dingin, tanpa dikocok, bersifat basa terhadap lakmus. Kebasaan bertambah bila larutan dibiarkan, digoyang kuat atau dipanaskan.
Kelarutan

:
Larut dalam air, tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995)
Khasiat
:
Desinfektan, membersikan sisa HCl pada pencucian atau menetralakan asam

2.      HCl/Acidum Hydrocloridum/Asam Klorida
Asam Klorida mengandung tidak kurang dari 36,5% b/b dan tidak lebih dari 38,0 b/b HCl (Anonim, 1995).
Organoleptis
:
Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian volume air, asap hilang. Bobot jenis lebih kurang 1,18 (Anonim,1995)
Kelarutan
:
-
Khasiat
:
Desinfektan (untuk zat yang larut asam)

V.       Perhitungan Bahan
Diketahui HCl yang tersedia 32%
1 ampul = 2ml ; 25 ampul/mahasiswa x 4 = 100 ampul/kelompok
1 vial = 10 ml ; 10 vial/mahasiswa x 4 = 40 vial/kelompok
Tutup karet ; 10 tutup karet/mahasiswa x 4 = 40 karet/kelompok

Perhitungan HCl, Tapol 1%, dan Natrium Bikarbonat 0,5% pada :
1.      Tutup karet
a.       Perhitungan HCl
        V1 x N1 = V2 x N2
500 ml x 2% = V2 x 32%
                 V2 = 31,25 ml
Jadi, HCl 32% yang diperlukan adalah 31,25 ml
Aquadest untuk pengenceran HCl 32%, yaitu
add 500 ml =  ± 500 ml – 31,25 ml = 468,75 ml

b.      Perhitungan Tapol
Aquadest untuk pengenceran Tapol 1%, yaitu
add 250 ml = ± 250 ml – 2,5 ml = 247,5 ml

c.       Perhitungan Natrium Bikarbonat
Aquadest untuk pengenceran Na Bikarbonat 0,5%, yaitu
add 250 ml  =  ± 250 ml – 1,25 ml = 248,75 ml

2.      Ampul
a.       Perhitungan HCl
          V1 x N1 = V2 x N2
3000 ml x 2% = V2 x 32%
                   V2 = 187,5 ml
Jadi, HCl 32% yang diperlukan adalah 187,5 ml
Aquadest untuk pengenceran HCl 32%, yaitu
 add 3000 ml = 3000 ml – 187,5 ml = 2812,5 ml

b.      Perhitungan Tapol
Aquadest untuk pengenceran Tapol 1% = 300 ml – 3 ml = 297 ml

c.       Perhitungan Natrium Bikarbonat
Aquadest untuk pengenceran Na Bikarbonat 0,5% = 300 ml – 1,5 ml = 298,5 ml

3.      Vial
a.       Perhitungan HCl
          V1 x N1 = V2 x N2
3000 ml x 2% = V2 x 32%
                   V2 = 187,5ml
Jadi, HCl 32% yang diperlukan adalah 187,5 ml
Aquadest untuk pengenceran HCl 32% = 3000 ml – 187,5 ml = 2812,5 ml

b.      Perhitungan Tapol
Aquadest untuk pengenceran Tapol 1%, yaitu
add 300 ml = 300 ml – 3 ml = 267 ml

c.       Perhitungan Natrium Bikarbonat
Aquadest untuk pengenceran Na Bikarbonat 0,5%, yaitu
add 300 ml = 300 ml – 1,5 ml =  298,5 ml

Maka, pada pencucian dibutuhkan
Pencucian
HCl 32%
Tapol 1%
Na2CO3 0,5%
Tutup karet
31,25 ml add 500 ml
2,5 ml add 250 ml
2,5 g add 250 ml
Vial dan ampul
31,25 ml add 500 ml
3 ml add 300 ml
1,5 g add 300 ml
VI.    Cara Kerja
1.      Pencucian dan sterilisasi tutup karet
Direndam tutup karet dalam larutan HCl 2% selama 2 hari
Direndam tutup karet dalam campuran larutan sama banyak  Tapol 1% dan Natrium Bikarbonat 0,5% selama 1 hari kemudian dididihkan
Diganti larutan rendaman dengan larutan Tapol 1% dan Natrium Bikarbonat 0,5% sama banyak yang baru dan kembali dididihkan
Diulangi penggantian larutan rendaman sampai larutan rendaman terlihat jernih dan bersih
Dimasukkan tutup karet ke dalam aquadest kemudian dimasukkan dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 21 menit
Diamati aquadest rendaman, jika belum jernih ulangi sterilisasi dengan autoklaf sekali lagi
Dimasukkan tutup karet tersebut dalam kantong plastik
Dilakukan sterilisasi tutup karet dalam plastik dengan autoklaf 121oC selama 21 menit

2.      Pencucian dan sterilisasi ampul dan vial
Dicuci ampul dan vial dengan HCl 2%
Dididihkan ampul dan vial dengan larutan campuran sama banyak Tapol 1% dan Natrium Bikabonat 0,5%
Dicuci ampul dan vial dengan aquadest
Dimasukkan ampul dan vial dalam oven secara rapi dan teratur
Dilakukan sterilisasi kering pada suhu 200oC selama 1 jam

VII. Hasil Percobaan
VIII.   Pembahasan
Pada praktikum kali ini diharapakan dapat melakukan pencucian dan sterilisasi wadah atau kemasan yang akan digunakan untuk pengemas sediaan steril. Sterilisasi merupakan proses pembunuhan/pengurangan bakteri atau segala mikroorganisme hidup pada objek (kemasan) yang biasanya bersifat patogen. Kemasan steril menuntut kondisi yang steril dalam hal persiapan maupun proses pembuatannya. Sterilisasi kemasan ini digunakan terutama untuk sediaan steril dan bersifat mutlak, artinya kemasan harus steril dan tidak bisa sedikit steril. Hal ini karena penggunaan sediaan steril langsung menembus mekanisme pertahanan tubuh alami seperti kulit dan mukus. Jika obat yang diberikan tidak steril dikhawatirkan akan menimbulkan penyakit akibat mikroorganisme dari obat yang diberikan sehingga terjadi infeksi atau kerusakan jaringan. Pemilihan wadah juga harus dipertimbangkan karena wadah yang tidak tepat dapat menyebabkan kontaminasi pada bahan/zat aktif. Wadah yang baik pada sediaan steril tidak boleh bereaksi dengan isi karena reaksi dikhawatirkan akan menghasilkan zat lain yang dapat merusak khasiat obat, wadah harus tahan suhu dan tekanan pada proses sterilisasi artinya tidak mudah pecah atau meleleh, tahan terhadap penyimpanan atau tetap stabil, serta transparan sehingga memudahakan untuk mengetahui partikel asing atau adanya perubahan warna.
Oleh karena adanya hal tersebut maka dilakukan sterilisasi. Pada praktikum akan digunakan wadah/kemasan yang berasal dari gelas (ampul dan vial) dan karet (tutup karet). Gelas memiliki keuntungan antara lain murah, kuat, inert, transparan, mudah disteriilisasi atau tahan panas dan tekanan, impermeeable atau membran tidak dapat ditembus oleh partikel. Melihat keuntungan dari kemasan gelas maka dapat dengan mudah dilakukan metode sterilisasi panas kering menggunakan oven. Kelemahan dari gelas tergantung dari jenisnya yaitu vial yang ditutup dengan karet seringkali memungkinkan pengambilan ulang, hal ini meneyebabkan kontaminasi mikroorganisme dan partikel. Sedangkan ampul, bebrapa pemula merasa kesulitan untuk mematahkan leher ampul karena dapat melukai tangan dan partikel yang terpecah (serpihan) dapat masuk dalam isi dan mengkontaminasi.
Pada praktikum dilakukan proses pencucian tutup karet, ampul, dan vial. Perendama HCl pada tutup karet dilakukan selama dua hari hal ini bertujuan untuk membersihakan kotoran yang larut dalam asam pada karet. Sama halnya dengan ampul dan vial yang direndam dalam HCl 2% tetapi pada ampul dan vial HCl tidah direndam beberapa hari melainkan langsung diganti dengan campuran sama banyak tapol 1% dan Na Bikarbonat 0,5%. Hal ini karena vial dan ampul terbuat dari gelas yang hampir memiliki pori sehingga kotoran yang menempel cepat larut atau luntul dengan asam dari HCl sedangkan tutup karet bersifat lentur dan  memiliki pori-pori sehingga dengan adanya perendaman selama 2 hari dapat mengembangkan tutup karet sehingga pori-pori ikut melebar dan zat atau senyawa yang ada dalam pori-pori karet dapat larut asam. Selanjutnya perendaman vial dan ampul serta tutup karet dengan tapol 1% dan Na Bikarbonat 0,5% kemudian dididihkan bertujuan sebagai desinfektan dengan membersihkan sisa asam dari HCl sehingga kemasan kembali bersifat netral. Netralnya kemasan akan menghindari kontaminasi menghasilkan zat baru yang akan merusak khasiat obat. Tapol merupakan surfaktan yang bersifat amfifilik yang berarti suka dalam air dan lemak sehingga tapol akan melarutkan lemak yang menempel pada kemasan dengan menurunkan tegangan permukaan dari cairan. Tutup karet direndam selama 1 hari memiliki tujuan yang sama seperti sebelumnya yaitu memgembangakna karet dan memperlebar pori-pori sehingga terjangkau untuk dibersihkan. Proses pendidihan bertujuan untuk melunturkan sisa Na Bikarbonat 0,5 % dan tapol 1 % yang berbusa sekaligus untuk membunuh zat yang dianggap patogen pada pencucian. Dicuci kembali vial dan ampul serta tutup karet dengan aquadest untuk membersihkan sisa Na Bikarbonat 0,5 % dan tapol 1 %. Namun pada tutup karet direndam dalam aquadest kemudian dimasukkan dalam autoklav pada suhu 121oC selama 20 menit bertujuan mengembangkan karet dan melebarkan pori-pori sehingga dipastikan semua sisa larutan pencuci dan kotoran keluar dan terdenaturasi. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklav selama 20 menit pada suhu 121oC dalam plastik agar air tidak mengkontaminasi tutup karet kembali. Sedangkan ampul dan vial diletakkan dalam oven dan disterilisasi pada temperature 200oC selama 1 jam.
Metode sterilisasi pada tutup karet merupakan sterilisasi uap dengan membunuh mikroorganisme akibat denaturasi atau koagulasi protein. Bakteri dengan kandungan air lebih besar akan mudah dibunuh. Sterilisasi uap lebih efektif karena suhu yang digunakan hanya 121oC dan waktu yang digunakan hanya selama ±15 menit sehingga berlangsung cepat. Metode ini dipilih untuk tutup karet karena karet tahan terhadap temperatur yang ditentukan dan dapat ditembus oleh uap air, yaitu pori-pori karet. Jika karet dipanaskan dengan oven dikhawatirkan akan meleleh atau akan melepaskan zat penyusun karet karena suhu yang terlalu tinggi dan waktu yang cukup lama. Sedangkan panas kering yang digunakan pada vial dan ampul akan mendehidrasi sel mikroorganisme sehingga akan kekurangan air dan sel terusak secara otomatis dengan begitu. Adanya pemanasan pelan-pelan tersebut terjadi proses oksidasi. Sterilisasi ini kurang efisien dibanding sterilisasi uap karena waktu yangg lebih lama yaitu tidak kurang dari dua jam dan suhu yang terlalu tinggi  60-170oC. Untuk mempercepat proses sterilisasi kering maka suhu dapat diperbesar. Alasan vial dan ampul digunakan sterilisasi panas kering karena terbuat dari gelas yang tahan pada temperatur dan tekanan tinggi. Jika digunakan sterilisasi uap dikhawatirkan tidak ada bakteri atau mikroorganisme yang terbunuh karena uap air tidak dapat menembus kemasan dari sifatnya yang impermeable. Serta keadaan basah setelah sterilisasi uap pada alat gelas justru menimbulkan mikroba baru.
IX.    Kesimpulan
1.      Sterilisasi merupakan proses pembunuhan/pengurangan bakteri atau segala mikroorganisme hidup pada objek (kemasan) yang biasanya bersifat patogen.
2.      Pemakaian sediaan steril langsung menembus mekanisme pertahanan tubuh alami seperti kulit dan mukus. Jika obat yang diberikan tidak steril dikhawatirkan akan menimbulkan penyakit akibat mikroorganisme dari obat yang diberikan sehingga terjadi infeksi atau kerusakan jaringan.
3.      Metode sterilisasi uap untuk karet tutup dengan autoklav pada suhu 121oC selama ± 15 menit akan mendenaturasi/koagulasi sel mikroorganisme. Cara ini lebih efisien dibanding metode panas kering untu vial dan ampul dengan oven pada suhu 60-170oC selama tidak kurang dari 2 jam karena memakan waktu dan suhu terlalu tinggi.
4.      Kegunaan HCl 2% sebagai desinfektan terhadap partilkel yang larut asam, tapol 1% sebagai surfaktan amfifilik yang akan melarutkan lemak dalam kemasan, Na Bikarbonat 0,5% sebagai desinfektan dan pelarut sisa asam dari HCl sehingga kemasan kembalio netral.

X.       Daftar Pustaka
Hadioetomo, R. S., 1985, Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, PT.
Gramedia, Jakarta.
Lachman, Lieberman, Kanig, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri II,
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka
Utama, Yogyakarta.