A. Contoh Kasus
Gencarnya penawaran
produk kosmetik baik melalui iklan di koran, radio, dan televisi seolah-olah
produk kosmetik tersebut nomor satu dan aman untuk dipergunakan,
dilakukan semata-mata agar masyarakat tertarik untuk membelinya. Hal ini jelas
amat berbahaya karena kosmetik tersebut mengandung bahan kimia berbahaya dan
tidak teruji secara klinis. Masyarakat diharapkan dapat memilih mana yang baik
atau tidak, padahal hal tabu tersebut sangat sulit untuk masyarakat awam.
Biasanya masyarakat hanya berpatokan pada khasiat kosmetik yang mujarab, cepat
terlihat khasiatnya, dan ekonomis tanpa melihat efek samping dari penggunaan
kosmetik tersebut. Kasus ini banyak sekali terjadi seperti contoh kasus
pengrebekan pusat kosmetik home industri yang mengandung bahan kimia obat yang
dilarang pada bulan Mei 2013 (SUMBER : REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO). Bahan
kosmetik yang disita BPOM Semarang di Purwokerto, diperkirakan mengandung obat
terlarang. Kepala BPOM Semarang, Dra Zulaimah MSi Apt, menyebutkan hasil uji
laboratorium krim kecantikan yang disita dari satu satu rumah produksi di
Kompleks Perumahan Permata hijau tersebut, memang masih belum selesai. Bahkan
baku yang dipergunakan sebagai bahan baku krim tersebut, antara lain berupa
Bahan Kimia Obat (BKO) seperti obat-obatan jenis antibiotik, deksametason,
hingga hidrokuinon. Penggerebekan rumah produksi krim kecantikan itu, dilakukan
karena rumah produksi tersebut belum memiliki izin produksi dari BPOM.
Sementara penggunaan bahan baku kosmetik harus mendapat pengawasan ketat,
karena penggunaan bahan baku yang tidak semestinya bisa membahayakan konsumen. Krim
pemutih hasil produksi warga Purwokerto ini, dijual ke klinik dan salon
kecantikan di seluruh wilayah Tanah Air. Pemilik rumah produksi yang berinisial
S, sudah dalam pengawasan petugas BPOM dan akan dikenai hukum pelanggaran dalam
bidang POM sesuai UU No 35 tahun 2009 bisa dikenai sanksi pidana maksimal 15
tahun atau denda Rp 1,5 miliar.
A.
Penelitian
Mengenai Tema
Hydroquinone adalah zat reduktor yang mudah
larut dalam air dan lazim digunakan dalam proses cuci cetak foto. Hydroqninone
bekerja pada sistem sel melanosit dengan menghambat aktivitas enzim tyrosinase
(menjadi aktif akibat sinar matahari, hormonal, penyakit, obat, alergi, dan
iritasi), yang memicu pembentukan melanin (zat pigmen kulit penyebab kulit
terlihat lebih gelap. hiperpigmentasi, atau noda kecokelatan) dengan cara
menghancurkan melanosom (bagian dari melanosit, tempat menyimpan pigmen—pigimen
melanin). Padahal melanin berfungsi sebagai pelindung kulit dan sinar
ultraviolet sehingga kita terhindar dan kanker kulit. Di Amerika, pada bulan
Agustus 2006, FDA melarang semua produk kosmetik mengandung hydroquinoue.
FDA menetapkan setiap produk mengandung hydroquinoue dianggap obat, dan hanya
dapat dibeli dengan resep dokter. Di Indonesia, pelarangan itu akan mulai
diberlakukan tahun 2008. Penelitian menunjukkan bahwa Hydroquinone dapat
menyebabkan okronosis, yaitu kulit berbintik seperti pasir dan berwarna cokelat
kebiruan. Penderitanya akan merasa kulit seperti terbakar dan gatal. Lebih
jauh, penelitian menyebuktkan bahwa penggunaan Hydroquinone dengan konsentrasi
tinggi jangka waktu lama dapat menyebabkan efek perubahan sel menjadi sel ganas
yang memicu kanker. Penggunaan Dexamethason kemungkinan digunakan untuk
mengurangi peradangan dan gatal pada kulit untuk beberapa kasus alergi.
Dexametason memang diperbolehkan namun dengan resep dokter, dosis sesuai, dan
produk sudah teregistrasi/memiliki NIE. Dexametason pada krim kosmetik hanya
digunakan untuk mengurangi iritasi akibat pemakaian Hidroquinon telalu lama.
Sama halnya dengan Dexametason, antibiotik yang sering digunakan pada krim wajah
seperti Clindamicyn harus dalam pengawasan. Antibiotik ini digunakan untuk
menghilangkan jerawat, antibiotik boleh digunakan kosmetik asalkan atas resep
dokter sesuai dosis sebab pemakaian antibiotik yang berlebihan justru
menyebabkan kekebalan bakteri pada obat dan menambah iritasi wajah.
penggunaanya dibatasi karena golongan keras.
B. Analisis
Berdasarkan Permenkes RI
No.445/MenKes/Per/V/1998 yang dimaksud dengan Kosmetika adalah sediaan atau paduan
bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidemis, rambut, kuku,
bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan,
menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan
baik, memperbaiki bau badan tetapi
tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit. Meskipun tertera bahwa kosmetik tidak digunakan
untuk mengobati/mengandung obat tetapi masih saja dilanggar bahkan obat yang
dikandung dalam kosmetik melebihi dosis dan merupakan bahan yang dilarang pada
kosmetik karena bahaya. Sungguh tidak etis bahwa produsen tidak bertanggung
jawab atas apa yang dilakukan, secara langsung produsen tidak berkomitmen
terhadap peraturan mengenai pembuatan kosmetik yang sesuai CPKB dan UU serta
merugikan berbagai pihak terutama lingkungan masyarakat untuk mencari
keuntungan pribadi. Komitmen/kesepakatan berupa sesuai aturan yang diacuhkan tidak
dapat memperbaiki kualitas produk bahkan menjamin pabrik produsen tetap
berdiri.
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4a Hak konsumen
adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa. Produsen dengan jelas melanggar hak konsumen sebagaimana yang tercantum
pada Pasal 4a di mana pabrik ini memproduksi kosmetik bercampur bahan kimia
obat yang dapat membahayakan keselamatan konsumen. Padahal konsumen meiliki hak
untuk diberi informasi, hak untuk komplain, hak untuk mendapatkan keselamatan,
serta hak untu memilih. Tetapi karena ulah produsen, konsumen menjadi memilih
obat tersebut karena iklan dengan informasi yang berlebihan. Selain itu pabrik
konsemetik yang berdiri seharusnya memiliki apoteker penanggung jawab. Tindakan
yang dilakukan memperlihatkan bahwa etika dari seorang produsen sangat rendah.
Tanpa memilikirkan persiapan yang tidak lengkap, promosi produk yang berlebihan
dengan konsumen tinggi tetapi tidak pernah ada evaluasi untuk meperbaiki
perusahaan dan produk sesuai protab dan bertanggu jawab dengan memastikan
keamanan produk. Pertanggungjawaban ini tidak berhenti pada konsumen saja
melainkan pada Tuhan dan dirinya sendiri. Pada iklan dengan komitmen jaminan
keamanan dan mutu produk tidak terjadi sebenarnya, berbohong dan mencelakai
merupakan perilaku yang harus ditanggungjawabkan pada Tuhan di kemudian hari.
Pada intinya pemilik tidak memiliki prinsip etika profesi yang
berhubungan dengan diri sendiri, Tuhan, dan orang lain sehingga apa yang
dikerjakan menjadi tidak beraturan. Prinsip tersebut yaitu tanggung jawab
terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya, serta tanggung jawab atas dampak profesinya
terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain, keadilan dalam menjalankan
profesinya tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentup, otonomi
merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia luar
agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya, dan
integritas moral mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya.
C.
Solisi Kasus
Peran serta masyarakat dalam
upaya mengatasi peredaran kosmetik yang mengandung
bahan kimia obat dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung adalah dengan memberikan informasi mengenai produk kosmetik
yang beredar di masyarakat tidak memenuhi standar mutu yang ada serta adanya
pelaku usaha nakal yang memproduksi serta mengedarkan produk kosmetik tersebut.
Sedangkan peranan masyarakat secara tidak langsung adalah dengan membantu
pemerintah dalam proses perencanaan program penyelenggaraan kesehatan yang
dilakukan oleh pemerintah seperti penyuluhan
masyarakat mengenai efek samping serta cara mengenali kosmetik yang tidak aman serta
dengan memberikan masukan bagi pemerintah dalam menentukan perumusan
kebijaksanaan. Bagi pelaku harus dijerat pasal dengan pidana atau sanksi
beserta penutupan usaha dan penarikan produk selain itu pelaku juga harus
bertanggung jawab/ganti rugi kepada pasien. Meskipun BPOM sudah mengeluarkan
aturan dan pasal yang menjerat bagi pelanggarnya namun tim penyidik dari BPOM
harus segera menangani kasus kosmetik yang tidak sesuai protab agar tidak
semakin banyak dan meresahkan masyarakat. Kesadaran dari masyarakat untuk
menjadi konsumen yang cerdas, tidak percaya iklan/teliti, selektif iklan, dan
mencari tahu sumber kosmetik yang aman dengan no ijin edar yang berlaku.
Hendaknya setiap LPKSM berperan aktif dalam melakukan perannya dalam melindungi
masyarakat konsumen, mengingat banyaknya kasus pemakaian kosmetika yang mengandung
zat aditif ternyata menimbulkan masalah kesehatan pada konsumennya namun nyaris
tidak ada konsumen yang bersedia menga-dukan masalahnya tersebut ke Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) walau-pun menurut Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, mereka berhak mendapat ganti rugi dari
pelaku usaha meliputi pemulihan hak-haknya yang telah dilanggar, pemulihan atas
kerugian materil atau immaterial yang telah di deritanya, pemulihan pada
keadaan semula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar