LAPORAN
RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL
PENCUCIAN
DAN STERILISASI KEMASAN

Disusun Oleh :
Nama
Mahasiswa
|
:
Yuli Nur Aini
|
NIM
|
:
12.0243
|
Hari,Tanggal
Praktikum
|
:
Rabu,
|
Dosen
Pembimbing
|
:
|
LABORATORIUM
TEKNOLOGI FARMASI
AKADEMI
FARMASI THERESIANA
SEMARANG
2014
PENCUCIAN
DAN STERILISASI KEMASAN
I.
Tujuan
1. Mahasiswa
mampu memahami pengertian pencucian dan sterilisasi kemasan
2. Mahasiswa
mampu mengetahui tujuan dari sterilisasi
3. Mahasiswa
mampu mengetahui metode sterilisasi
4. Mahasiswa
mampu melakukan proses pencucian dan sterilisasi kemasan
II. Dasar
Teori
Sediaan steril adalah
bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme
hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental
preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parenteral
merupakan jenis sediaan yan g unik diantara bentuk sediaan obat terbagi-bagi,
karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membrane mukosa ke bagian
tubuh yang paling efisien, yaitu membrane kulit dan mukosa, maka sediaan ini
harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-bahan toksis lainnya, serta
harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang
terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk
menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia, atau
mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).
Wadah berhubungan
erat dengan produk. Tidak ada wadah yang tersedia sekarang ini yang benar-benar
tidak reaktif, terutama dengan larutan air. Sifat fisika dan kimia mempengaruhi
kestabilan produk tersebut, tetapi sifat fisika diberikan pertimbangan utama
dalam pemilihan wadah pelindung adalah polipropilen dan
kopolimer polietilen – polietilen. Wadah terbuat dari berbagai macam bahan,
wadah plastik, wadah gelas, dan wadah dari karet. Wadah Gelas masih tetap
merupakan bahan pilihan untuk wadah produk yang dapat disuntikkan. Gelas pada
dasarnya tersusun dari silkon dioksida tetrahedron, dimodifikasi secara fisika
dan kimia dengan oksida – oksida seperti oksida natrium, kalium, kalsium,
magnesium, alumunium, boron, dan besi. Gelas yang paling tahan secara kimia
hampir seluruhnya tersusun dari silikon dioksida, tetapi gelas tersebut relatif
rapuh dan hanya dapat dilelehkan dan dicetak pada temperatur tinggi (Lachman, 1994).
Ada
tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaan panas,
penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Bila panas digunakan
bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi panas lembab atau
sterilisasi basah, bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering
atau sterilisasi kering. Sedangkan sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan
menggunakan gas atau radiasi. Pemilihan metode didasdarkan pada sifat bahan
yang akan disterilkan (Hadioetomo, R. S., 1985).
III. Alat
dan bahan
Alat
:
1.
Beaker glass
2.
Gelas ukur
3.
Kantong plastik
4.
Ampul
5.
Vial
6.
Tutup karet
7.
Oven
8.
Autoklaf
9.
Masker
10.
Sarung tangan
11.
Baskom
12.
Kompor
13.
Panci
|
Bahan
:
1.
Natrium Bikarbonat 0,5%
2.
Tapol 1%
3.
Aquadest
4.
HCl 2%
|
IV. Pemerian
1. Natrium
Bikarbonat/Natrium Subcarbonas
Natrium Bikarbonat
mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% NaHCO3, dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan (Anonim, 1995)
Organoleptis
|
:
|
Serbuk hablur, putih.
Stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab secara perlahan-lahan
terurai. Larutan segar dalam air dingin, tanpa dikocok, bersifat basa
terhadap lakmus. Kebasaan bertambah bila larutan dibiarkan, digoyang kuat
atau dipanaskan.
|
Kelarutan
|
:
|
Larut
dalam air, tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995)
|
Khasiat
|
:
|
Desinfektan,
membersikan sisa HCl pada pencucian atau menetralakan asam
|
2. HCl/Acidum
Hydrocloridum/Asam Klorida
Asam Klorida mengandung
tidak kurang dari 36,5% b/b dan tidak lebih dari 38,0 b/b HCl (Anonim, 1995).
Organoleptis
|
:
|
Cairan tidak
berwarna, berasap, bau merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian volume
air, asap hilang. Bobot jenis lebih kurang 1,18 (Anonim,1995)
|
Kelarutan
|
:
|
-
|
Khasiat
|
:
|
Desinfektan
(untuk zat yang larut asam)
|
V. Perhitungan
Bahan
Diketahui HCl yang
tersedia 32%
1 ampul = 2ml ; 25
ampul/mahasiswa x 4 = 100 ampul/kelompok
1 vial = 10 ml ; 10
vial/mahasiswa x 4 = 40 vial/kelompok
Tutup karet ; 10 tutup
karet/mahasiswa x 4 = 40 karet/kelompok
Perhitungan HCl, Tapol
1%, dan Natrium Bikarbonat 0,5% pada :
1. Tutup
karet
a. Perhitungan
HCl
V1 x N1 = V2
x N2
|
500 ml x 2% = V2 x 32%
|
V2 = 31,25 ml
|
Jadi,
HCl 32% yang diperlukan adalah 31,25 ml
Aquadest
untuk pengenceran HCl 32%, yaitu
add
500 ml = ± 500 ml – 31,25 ml = 468,75
ml
|
b. Perhitungan
Tapol
![]() |
Aquadest
untuk pengenceran Tapol 1%, yaitu
add
250 ml = ± 250 ml – 2,5 ml = 247,5 ml
|
c. Perhitungan
Natrium Bikarbonat
![]() |
Aquadest
untuk pengenceran Na Bikarbonat 0,5%, yaitu
add
250 ml = ± 250 ml – 1,25 ml = 248,75 ml
|
2. Ampul
a. Perhitungan
HCl
V1
x N1 = V2 x N2
|
3000 ml x 2% = V2 x 32%
|
V2 = 187,5 ml
|
Jadi,
HCl 32% yang diperlukan adalah 187,5 ml
Aquadest
untuk pengenceran HCl 32%, yaitu
add 3000 ml = 3000 ml – 187,5 ml = 2812,5 ml
|
b. Perhitungan
Tapol
![]() |
Aquadest untuk
pengenceran Tapol 1% = 300 ml – 3 ml = 297 ml
|
c. Perhitungan
Natrium Bikarbonat
![]() |
Aquadest untuk
pengenceran Na Bikarbonat 0,5% = 300 ml – 1,5 ml = 298,5 ml
|
3. Vial
a. Perhitungan
HCl
V1
x N1 = V2 x N2
|
3000 ml x 2% = V2 x 32%
|
V2
= 187,5ml
|
Jadi,
HCl 32% yang diperlukan adalah 187,5 ml
Aquadest
untuk pengenceran HCl 32% = 3000 ml – 187,5 ml = 2812,5 ml
|
b. Perhitungan
Tapol
![]() |
Aquadest
untuk pengenceran Tapol 1%, yaitu
add
300 ml = 300 ml – 3 ml = 267 ml
|
c. Perhitungan
Natrium Bikarbonat
![]() |
Aquadest
untuk pengenceran Na Bikarbonat 0,5%, yaitu
add
300 ml = 300 ml – 1,5 ml = 298,5 ml
|
Maka, pada pencucian
dibutuhkan
Pencucian
|
HCl
32%
|
Tapol
1%
|
Na2CO3
0,5%
|
Tutup
karet
|
31,25
ml add 500 ml
|
2,5
ml add 250 ml
|
2,5
g add 250 ml
|
Vial
dan ampul
|
31,25
ml add 500 ml
|
3
ml add 300 ml
|
1,5
g add 300 ml
|
VI. Cara
Kerja
1. Pencucian
dan sterilisasi tutup karet
Direndam
tutup karet dalam larutan HCl 2% selama 2 hari
|
↓
|
Direndam
tutup karet dalam campuran larutan sama banyak Tapol 1% dan Natrium Bikarbonat 0,5% selama
1 hari kemudian dididihkan
|
↓
|
Diganti
larutan rendaman dengan larutan Tapol 1% dan Natrium Bikarbonat 0,5% sama
banyak yang baru dan kembali dididihkan
|
↓
|
Diulangi
penggantian larutan rendaman sampai larutan rendaman terlihat jernih dan
bersih
|
↓
|
Dimasukkan
tutup karet ke dalam aquadest kemudian dimasukkan dalam autoklaf pada suhu
1210C selama 21 menit
|
↓
|
Diamati
aquadest rendaman, jika belum jernih ulangi sterilisasi dengan autoklaf
sekali lagi
|
↓
|
Dimasukkan
tutup karet tersebut dalam kantong plastik
|
↓
|
Dilakukan
sterilisasi tutup karet dalam plastik dengan autoklaf 121oC selama
21 menit
|
2. Pencucian
dan sterilisasi ampul dan vial
Dicuci
ampul dan vial dengan HCl 2%
|
↓
|
Dididihkan
ampul dan vial dengan larutan campuran sama banyak Tapol 1% dan Natrium
Bikabonat 0,5%
|
↓
|
Dicuci
ampul dan vial dengan aquadest
|
↓
|
Dimasukkan
ampul dan vial dalam oven secara rapi dan teratur
|
↓
|
Dilakukan
sterilisasi kering pada suhu 200oC selama 1 jam
|
VII. Hasil
Percobaan
VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini diharapakan dapat melakukan
pencucian dan sterilisasi wadah atau kemasan yang akan digunakan untuk pengemas
sediaan steril. Sterilisasi merupakan proses pembunuhan/pengurangan bakteri
atau segala mikroorganisme hidup pada objek (kemasan) yang biasanya bersifat
patogen. Kemasan steril menuntut kondisi yang steril dalam hal persiapan maupun
proses pembuatannya. Sterilisasi kemasan ini digunakan terutama untuk sediaan
steril dan bersifat mutlak, artinya kemasan harus steril dan tidak bisa sedikit
steril. Hal ini karena penggunaan sediaan steril langsung menembus mekanisme
pertahanan tubuh alami seperti kulit dan mukus. Jika obat yang diberikan tidak
steril dikhawatirkan akan menimbulkan penyakit akibat mikroorganisme dari obat
yang diberikan sehingga terjadi infeksi atau kerusakan jaringan. Pemilihan
wadah juga harus dipertimbangkan karena wadah yang tidak tepat dapat
menyebabkan kontaminasi pada bahan/zat aktif. Wadah yang baik pada sediaan steril
tidak boleh bereaksi dengan isi karena reaksi dikhawatirkan akan menghasilkan
zat lain yang dapat merusak khasiat obat, wadah harus tahan suhu dan tekanan
pada proses sterilisasi artinya tidak mudah pecah atau meleleh, tahan terhadap
penyimpanan atau tetap stabil, serta transparan sehingga memudahakan untuk
mengetahui partikel asing atau adanya perubahan warna.
Oleh karena adanya hal tersebut maka dilakukan
sterilisasi. Pada praktikum akan digunakan wadah/kemasan yang berasal dari
gelas (ampul dan vial) dan karet (tutup karet). Gelas memiliki keuntungan
antara lain murah, kuat, inert, transparan, mudah disteriilisasi atau tahan
panas dan tekanan, impermeeable atau membran tidak dapat ditembus oleh
partikel. Melihat keuntungan dari kemasan gelas maka dapat dengan mudah
dilakukan metode sterilisasi panas kering menggunakan oven. Kelemahan dari
gelas tergantung dari jenisnya yaitu vial yang ditutup dengan karet seringkali
memungkinkan pengambilan ulang, hal ini meneyebabkan kontaminasi mikroorganisme
dan partikel. Sedangkan ampul, bebrapa pemula merasa kesulitan untuk mematahkan
leher ampul karena dapat melukai tangan dan partikel yang terpecah (serpihan)
dapat masuk dalam isi dan mengkontaminasi.
Pada praktikum dilakukan proses pencucian tutup
karet, ampul, dan vial. Perendama HCl pada tutup karet dilakukan selama dua
hari hal ini bertujuan untuk membersihakan kotoran yang larut dalam asam pada
karet. Sama halnya dengan ampul dan vial yang direndam dalam HCl 2% tetapi pada
ampul dan vial HCl tidah direndam beberapa hari melainkan langsung diganti
dengan campuran sama banyak tapol 1% dan Na Bikarbonat 0,5%. Hal ini karena
vial dan ampul terbuat dari gelas yang hampir memiliki pori sehingga kotoran
yang menempel cepat larut atau luntul dengan asam dari HCl sedangkan tutup
karet bersifat lentur dan memiliki
pori-pori sehingga dengan adanya perendaman selama 2 hari dapat mengembangkan
tutup karet sehingga pori-pori ikut melebar dan zat atau senyawa yang ada dalam
pori-pori karet dapat larut asam. Selanjutnya perendaman vial dan ampul serta
tutup karet dengan tapol 1% dan Na Bikarbonat 0,5% kemudian dididihkan
bertujuan sebagai desinfektan dengan membersihkan sisa asam dari HCl sehingga
kemasan kembali bersifat netral. Netralnya kemasan akan menghindari kontaminasi
menghasilkan zat baru yang akan merusak khasiat obat. Tapol merupakan surfaktan
yang bersifat amfifilik yang berarti suka dalam air dan lemak sehingga tapol
akan melarutkan lemak yang menempel pada kemasan dengan menurunkan tegangan
permukaan dari cairan. Tutup karet direndam selama 1 hari memiliki tujuan yang
sama seperti sebelumnya yaitu memgembangakna karet dan memperlebar pori-pori
sehingga terjangkau untuk dibersihkan. Proses pendidihan bertujuan untuk
melunturkan sisa Na Bikarbonat 0,5 % dan tapol 1 % yang berbusa sekaligus untuk
membunuh zat yang dianggap patogen pada pencucian. Dicuci kembali vial dan
ampul serta tutup karet dengan aquadest untuk membersihkan sisa Na Bikarbonat
0,5 % dan tapol 1 %. Namun pada tutup karet direndam dalam aquadest kemudian
dimasukkan dalam autoklav pada suhu 121oC selama 20 menit bertujuan
mengembangkan karet dan melebarkan pori-pori sehingga dipastikan semua sisa
larutan pencuci dan kotoran keluar dan terdenaturasi. Selanjutnya disterilisasi
dengan autoklav selama 20 menit pada suhu 121oC dalam plastik agar
air tidak mengkontaminasi tutup karet kembali. Sedangkan ampul dan vial
diletakkan dalam oven dan disterilisasi pada temperature 200oC
selama 1 jam.
Metode sterilisasi pada tutup karet merupakan
sterilisasi uap dengan membunuh mikroorganisme akibat denaturasi atau koagulasi
protein. Bakteri dengan kandungan air lebih besar akan mudah dibunuh. Sterilisasi
uap lebih efektif karena suhu yang digunakan hanya 121oC dan waktu
yang digunakan hanya selama ±15 menit sehingga berlangsung cepat. Metode ini
dipilih untuk tutup karet karena karet tahan terhadap temperatur yang
ditentukan dan dapat ditembus oleh uap air, yaitu pori-pori karet. Jika karet
dipanaskan dengan oven dikhawatirkan akan meleleh atau akan melepaskan zat
penyusun karet karena suhu yang terlalu tinggi dan waktu yang cukup lama.
Sedangkan panas kering yang digunakan pada vial dan ampul akan mendehidrasi sel
mikroorganisme sehingga akan kekurangan air dan sel terusak secara otomatis
dengan begitu. Adanya pemanasan pelan-pelan tersebut terjadi proses oksidasi. Sterilisasi
ini kurang efisien dibanding sterilisasi uap karena waktu yangg lebih lama
yaitu tidak kurang dari dua jam dan suhu yang terlalu tinggi 60-170oC. Untuk mempercepat proses
sterilisasi kering maka suhu dapat diperbesar. Alasan vial dan ampul digunakan
sterilisasi panas kering karena terbuat dari gelas yang tahan pada temperatur
dan tekanan tinggi. Jika digunakan sterilisasi uap dikhawatirkan tidak ada
bakteri atau mikroorganisme yang terbunuh karena uap air tidak dapat menembus
kemasan dari sifatnya yang impermeable. Serta keadaan basah setelah sterilisasi
uap pada alat gelas justru menimbulkan mikroba baru.
IX. Kesimpulan
1. Sterilisasi
merupakan proses pembunuhan/pengurangan bakteri atau segala mikroorganisme
hidup pada objek (kemasan) yang biasanya bersifat patogen.
2. Pemakaian
sediaan steril langsung menembus mekanisme pertahanan tubuh alami seperti kulit
dan mukus. Jika obat yang diberikan tidak steril dikhawatirkan akan menimbulkan
penyakit akibat mikroorganisme dari obat yang diberikan sehingga terjadi
infeksi atau kerusakan jaringan.
3. Metode
sterilisasi uap untuk karet tutup dengan autoklav pada suhu 121oC
selama ± 15 menit akan mendenaturasi/koagulasi sel mikroorganisme. Cara ini
lebih efisien dibanding metode panas kering untu vial dan ampul dengan oven
pada suhu 60-170oC selama tidak kurang dari 2 jam karena memakan
waktu dan suhu terlalu tinggi.
4. Kegunaan
HCl 2% sebagai desinfektan terhadap partilkel yang larut asam, tapol 1% sebagai
surfaktan amfifilik yang akan melarutkan lemak dalam kemasan, Na Bikarbonat 0,5%
sebagai desinfektan dan pelarut sisa asam dari HCl sehingga kemasan kembalio
netral.
X. Daftar
Pustaka
Hadioetomo, R. S., 1985, Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, PT.
Gramedia,
Jakarta.
Lachman, Lieberman, Kanig, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri II,
Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global
Pustaka
Utama,
Yogyakarta.
![]() |